Bab Niat
Daftar Isi
Bab 1
Pembahasan Niat
Pembahasan Niat
عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى
اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أو امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا
فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
"Dari Amirul mukminin Abu Hafsh, Umar bin Khaththab. ra beliau berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Segala amal itu tergantung niatnya dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan atasnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak ia nikmati atau karena wanita yang hendak ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya".""
23. Perawi hadits adalah Sayyidina Umar bin Khaththab bin Nufail al-Adawwi, seorang fuqaha di kalangan sahabat, khulafa'ur rasyiduun yang kedua, termasuk salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga, pertama kali yang disebut amiirul mukminin, mengikuti perang Badar, dipercaya oleh umat menjadi khalifah sepeninggal Abu Bakar ash-Shidiq. telah ditaklukkan banyak negeri pada masa beliau, masuk Islam setelah empat puluhan orang masuk Islam.
Dari Ibnu Umar secara marfu' bahwa Nabi bersabda, "Dijadikan haq (kebenaran pada lisan Umar dan hatinya".. Tatkala beliau dimakamkan Ibnu Mas'ud berkata, "Telah hilang hari ini 7/10 de ilmu". Beliau syahid pada akhir tahun 23 H dan dikebumikan pada awal tahun 24 tatkala berumur 63 tahun, Shuhaib termasuk yang menshalatkannya, dikuburkan kamar Nabi s (di samping Nabi dan Abu Bakar).
Baca Juga : Hadi ke-1 Tentang Niat
Penjelasan Hadist :
Hadits ini adalah hadits shahih yang telah disepakati keshahihan- nya, keagungan dan banyaknya manfaat yang terkandung di dalamnya. Imam Abu Abdillah al-Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab dalam kitab shahihnya. Juga Imam Abu al-Husein Muslim bin al- Hajjaj telah meriwayatkan hadits ini pada akhir kitab jihad.
Hadits ini merupakan salah satu pokok penting dari ajaran Islam. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Syafi'i-semoga Allah merahmati keduanya-berkata, "Hadits tentang amal tergantung niat ini mengandung sepertiga ilmu." Al-Baihaqi dan yang lain berkata tentangnya, "Hal itu disebabkan karena perbuatan manusia itu adalah dengan hatinya, lisannya dan anggota badannya, sedangkan niat adalah satu bagian di antara tiga bagian tersebut."
Diriwayatkan pula bahwa asy-Syafi'i berkata, "Di dalam hadits ini terkandung tujuh puluh bab dari ilmu fikih." Dan sejumlah ulama mengatakan, "Hadits ini adalah sepertiga Islam."
Para ulama suka membuka karangan mereka dengan hadits ini. Di antara ulama yang meletakkan hadits ini di awal kitab karangannya adalah Abu Abdillah al-Bukhari. Abdurrahman bin al-Mahdi berkata, "Sudah selayaknya bagi setiap orang yang hendak menulis sebuah kitab agar memulainya dengan hadits ini sebagai peringatan bagi penuntut ilmu untuk meluruskan niat."
Hadits ini tergolong masyhur jika dilihat dari perawi yang akhir- akhir, namun gharib bila ditinjau dari asal mulanya. Karena tiada yang meriwayatkan dari Nabi melainkan Umar bin al-Khaththab →, dan tiada yang meriwayatkan dari Umar melainkan Alqamah bin Abi Waqqash31 dan tiada yang meriwayatkan dari Alqamah selain Muhammad bin Ibrahim at-Taimi dan tiada yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim selain Yahya bin Sa'id al-Anshari. Kemudian setelah beliau diriwayatkan secara masyhur, bahkan lebih dari dua ratus manu vang kebanyakan mereka adalah para imam ulama.
Lalach 'innama' (hanyalahi adalah pembatas yang menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut. Kala hanyalah terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas yang hal itu dapat dipahami berdasarkan garinah (keterangan yang menyertai nya) Misalnya kalimat pada firman Allah Ta'ala
اِنَّمَآ اَنْتَ مُنْذِرٌ وَّلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ
Baca Juga: loading
"Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan bagi tiap - tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk." (QS. Ar-Ra'du : 7)
Kalimat tersebut sekilas bermakna bahwa tugas Nabi hanyalah melulu untuk menyampaikan ancaman dari Allah dan tidak ada tugas lain bagi beliau. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak tugas seperti memberi kabar gembira dan sebagainya. Begitu pula dengan kalimat dalam firman Allah Ta'ala
.....إنَّمَا المَوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهو )
"Sesungguhnya kehidupan dunia hanya permainan dan sendau gurau." (Q5, Muhammad: 36).
Sepintas kalimal tersebut wallahu a'lam menunjukkan bahwa pembatasan tersebut adalah dari sisi pengaruhnya. Adapun bila ditinjau dan hakekat dunia terkadang ia dapat menjadi penyebab untik mendapatkan kebaikan. Disebutkannya kesenangan dan permainan sebagai kehidupan dunia adalah untuk menyatakan keadaan pada umumnya Artinya, kebanyakan manusia hidup di dunia hanya untuk berenang sang dan bermain-main
Dengan demikian, jika disebutkan kata " hanyalah " dalam suatu kalimat hendaklah diperhatikan dengan baik Jika susunan kalimal-nya menunjukkan arti pembatasan dalam hal-hal yang khusus, maka hendadah dipakai dalam pengertian tersebut. Akan tetapi jika tidak tidak ada tanda tanda yang menunjukkan adanya pembatasan secara khusus maka hendaklah dipakai pembalasan dalam konteks umum atau mutlak.
Oleh karena itu, sabda Rasulullah, "Segala amal hanyalah tergantung pada niatnya maksud dari amal di sini adalah seluruh amal yang syar'i Sehingga pengertiannya adalah, tidak dianggap sebagai suatu amal jika tidak disertai dengan niat. Seperti tatkala berwudhu, mandi (janabah). tayammum, shalat, zakat, shaum, haji, i'tikaf dan seluruh bentuk peribadatan yang lain. Adapun menghilangkan najis tidak perlu niat, karena perbuatan tersebut berarti meninggalkan sesuatu (dalam hal ini najis), sedangkan meninggalkan sesuatu tidak membutuhkan niat Dan sejumlah ulama berpendapat bahwa wudhu dan mandi (janabah) tetap sah sekalipun tanpa diawali dengan niat.
Tentang sabda Nabi, "Segala amal tergantung niatnya", para ulama berbeda pendapat tentang maksud kalimat tersebut. Ulama yang mempersyaratkan adanya niat dalam suatu amal menafsirkan bahwa sah tidaknya amalan itu tergantung niatnya. Adapun ulama yang tidak mempersyaratkannya menafsirkan bahwa kesempurnaan amalan itu tergantung niatnya.
Sedangkan sabda Rasulullah, "Dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan atasnya", tentang hal ini al-Khathabi berkata, "Kalimat ini menunjukkan pengertian yang lebih khusus dari kalimat pertama, yakni pengkhususan suatu amal yang harus disertai dengan niat."
Demikian pula Syaikh Muhyiddin an-Nawawi berkata menjelaskan faedah disebutkannya kalimat kedua bahwa meniatkan amal tertentu adalah merupakan syarat sahnya amal. Jika sekiranya seseorang menggadha shalatnya yang telah ia tinggal, ia tidak hanya meniatkan menggadha shalat yang telah ditinggal, namun juga harus dia niatkan dengan jelas apakah itu shalat Zhuhur, Ashar atau yang lain. Jika sekiranya kalimat yang kedua ini tidak disebutkan, niscaya kalimat pertama mengandung konsekuensi niat itu sah walau tanpa mengkhususkan amal tertentu. Wallahu a'lam.
Sabda Nabi, "Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya." Menurut ketetapan para pakar bahasa Arab bahwa antara syarat dan jaza", atau mubtada' dan khabar haruslah ada perbedaan, namun di dalam kalimat tersebut sama, maka maknanya adalah "barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya (yaitu dalam niat dan tujuannya) maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulNya (secara hukum dan syar'i)."
Hadits ini muncul karena suatu sebab, yakni adanya seorang laki-laki yang berhijrah dari Makkah ke Madinah dengan tujuan hendak menikahi seorang wanita yang dikenal dengan nama Ummu Qais, yang mana ia tidak mengharapkan keutamaan hijrah, sehingga ia dijuluki muhajir Ummi Qais Wallahu a'lam.
Malang, 25 Oktober 2023
Posting Komentar